Penatalaksanaan Tetanus

a. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
  • Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV)
  • Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
  • Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
  • Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
  • Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
  • Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
  • Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
  • Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
  • Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
  • Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
  • Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.
b. Pembedahan
  • Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
  • Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

Daftar Pustaka
Soeparman; 1990; Ilmu Penyakit Dalam; Universitas Indonesia Press; Jakarta
Deanna etc.: 1991; Infectious Diseases; St. Louis Mosby Year Book.

Gambaran umum yang khas pada tetanus

a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
  • Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
  • Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

Patofisiologi Tetanus

Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
  • luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.
  • Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
  • Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.

Pengertian Clostiridium tetani

Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob.
Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.

Etiologi Defek Septum Ventrikel

Lebih dari 90% kasus penyakit jantung bawaan penyebabnya adalah multifaktor. Faktor yang berpengaruh adalah :
  1. Faktor eksogen: ibu mengkonsumsi beberapa jenis obat penenang dan jamu. Penyakit ibu (penderita rubella, ibu menderita IDDM) dan Ibu hamil dengan alkoholik.
  2. Faktor endogen: penyakit genetik (Sindrom Down), anak yang lahir sebelumnya menderita PJB, ayah dan ibu menderita PJB dan lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

Klasifikasi Defek Septum Ventrikel

Klasifikasi Defek Septum Ventrikel berdasarkan kelainan Hemodinamik
  • Defek kecil dengan tahanan paru normal
  • Defek sedang dengan tahahan vaskuler paru normal
  • Defek besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik
  • Defek besar dengan penyakit obstruksivaskuler paru
Klasifikasi  Defek Septum Ventrikel berdasarkan letak anatomis
  • Defek didaerah pars membranasea septum, yang disebut defek membran atau lebih baik perimembran (karena hampir selalu mengenai jaringan di sekitarnya). Berdasarkan perluasan (ekstensi) defeknya, defek peri membran ini dibagi lagi menjadi yang dengan perluasan ke outlet, dengan perluasan ke inlet, dan defek peri membran dengan perluasan ke daerah trabekuler.
  • Defek muskuler, yang dapat dibagi lagi menjadi : defek muskuler inlet, defek muskuler outlet dan defek muskuler trabekuler.
  • Defek subarterial, terletak tepat dibawah kedua katup aorta dan arteri pulmonalis, karena itu disebut pula doubly committed subarterial VSD. 
  • Defek ini dahulu disebut defek suprakristal, karena letaknya diatas supraventrikularis. Yang terpenting pada defek ini adalah bahwa katup aorta dan katup arteri pulmonalis terletak pada ketinggian yang sama, dengan defek septum ventrikel tepat berada di bawah katup tersebut. (dalam keadaan normal katup pulmonal lebih tinggi daripada katup aorta, sehingga pada defek perimembran lubang terletak tepat di bawah katup aorta namun jauh dari katup pulmonal)

Definisi Defek Septum Ventrikel

Defek Septum Ventrikel adalah kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler, lubang tersebut hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fungsi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Sehingga darah bisa mengalir dari ventrikel kiri ke kanan ataupun sebaliknya.

Pengobatan Fibrilasi ventrikular

Fibrilasi ventrikular harus diobati secepatnya. CPR (Cardiopulmonary resuscitation) harus dilakukan beberapa menit dan diikuti dengan secepatnya dengan kardioversi (kejutan elektrik diberikan di dada). Obat kemudian diberikan untuk membantu mempertahankan irama normal jantung.

Bila fibrilasi ventrium terjadi kurang dari sejam setelah serangan jantung dan penderita tidak dalam keadaan shock atau tidak mengalami gagal jantung, usaha kardioversi rata-rata 95 persen akan sukses, dan prognosis akan baik. Shock dan gagal jantung sebagai tanda dari kerusakan utama pada ventrium, jika hal itu terjadi, bahkan usaha kardioversi hanya memiliki kesuksesan rata-rata 30 persen, dan 70 persen kemungkinan meninggal.

Diagnosa Fibrilasi ventrikular

Dokter mempertimbangkan diagnosa Fibrilasi ventrikular jika penderita tiba-tiba kolaps.Pada pemeriksaan, tidak ada denyut atau detak jantung yang dideteksi dan tekanan darah tidak dapat diukur. Diagnosa dipastikan dengan elektrokardiogram (ECG).

Gejala Fibrilasi Ventrikular

Fibrilasi ventrikular menyebabkan ketidaksadaran sementara. Jika tidak diobati penderita biasanya mengalami konvulsi dan berkembang menjadi rusaknya otak setelah 5 menit karena oksigen tidak lagi mencapai otak. Kematian akan segera mengikuti.

Penyebab Fibrilasi Ventrikular

Penyebab Fibrilasi ventrikular sama seperti penyebab terhentinya jantung. Yang sering menjadi sebab adalah kurangnya aliran darah ke otot jantung karena penyakit arteri koroner atau serangan jantung. Penyebab lain adalah shock dan sangat rendahnya kadar potasium di dalam darah (hipokalemia)

Gejala Wolf Parkinson white Syndrome

Wolf Parkinson white Syndrome dapat menyebabkan kejadian dadakan dari kecepatan jantung yang tinggi dengan palpitasi.
Pada tahun pertama kehidupan, seorang bayi dapat mengalami gagal jantung jika masa itu diperpanjang. Mereka kadang-kadang tampak seperti susah nafas atau letargi, berhenti makan atau denyut dada yang cepat dan terlihat.

Serangan pertama dapat terjadi pada remaja atau umur dua puluhan awal. Serangan yang khas mulai terjadi secara mendadak sering kali sewaktu berolah raga.
Hal itu terjadi hanya beberapa detik atau bertahan hingga beberapa jam jarang terjadi hingga 12 jam. Pada penderita muda atau dengan fisik fit serangan biasanya menimbulkan sedikit gejala, tetapi detak jantung yang cepat membuat tidak nyaman dan menderita dan dapat menyebabkan pingsan atau gagal jantung.

Detak jantung yang cepat kadang-kadang berubah menjadi fibrilasi atrium. Bahaya terutama Fibrilasi atrium sekitar 1 persen dari penderita Wolf Parkinson white Syndrome karena jalur ekstra dapat menyebabkan impuls cepat ke ventrikel lebih banyak terjadi daripada jalur normal. Hasilnya adalah detak ventrikel menjadi sangat cepat yang dapat membahayakan hidup.
Tidak hanya jantung menjadi tidak efesien ketika berdetak begitu cepat, tetapi kecepatan ekstrim ini dapat berkembang menjadi fibrilasi ventrikular yang dapat berakibat fatal.

Definisi Wolf Parkinson white Syndrome

Wolf Parkinson white Syndrome adalah irama jantung yang abnormal dimana impuls elektrik yang dikonduksi sepanjang jalur dari atrium ke ventrikel menyebabkan kejadian kecepatan rata-rata jantung yang tinggi.
Wolf Parkinson white Syndrome adalah keterlibatan berlebih dari jalur ekstra (accessory). Jalur ekstra ini ada sejak lahir tapi tampak untuk mengatur impuls ke jantung hanya sesekali. Hal ini bisa terjadi pada bayi umur satu tahun atau paling lambat 60 tahun.

Definisi Takikardi ventrikular (Ventricular tachycardia)

Takikardi ventrikular (Ventricular tachycardia) adalah kecepatan ventrikular sekurangnya 120 detak permenit yang terjadi di ventrikel.
Takikardi ventrikular yang berlanjut (Takikardi ventrikular bertahan setidaknya 30 detik) terjadi pada penyakit jantung yang bervariasi yang merusak ventrikel Seringkali hal itu terjadi seminggu atau beberapa bulan setelah serangan jantung.

Gejala fibrilasi atau debar atrium

Gejala fibrilasi atau debar atrium tergantung secara luas pada bagaimana detak ventrium. Kecepatan detak ventrium kurang dari 120 detak per menit mungkin tidak menampakkan gejala. Kecepatan lebih dari itu menimbulkan palpitasi yang tidak enak atau dada terasa tidak nyaman. Penderita fibrilasi atrium mungkin menyadari iramanya tidak beraturan.

Berkurangnya kemampuan jantung memompa dapat membuat penderita merasa lemah, pingsan, dan bernapas pendek. Beberapa penderita khususnya yang lebih tua berkembang menjadi gagal jantung, nyeri dada, dan syok.

Pada fibrilasi atrium, atrium tidak dapat mengosongkan secara sepenuhnya ke ventrium tiap kali berdetak. Dengan berjalannya waktu beberapa darah yang ada di atrium dapat menjadi tidak bergerak dan membeku. Bekuan darah dapat terlepas dan menuju ke ventrium kiri dan berlanjut ke sirkulasi darah secara keseluruhan, dimana bekuan darah dapat memblokade erteri yang lebih kecil (bekuan darah yang memblokade suatu arteri disebut emboli).

Seringkali pecahan bekuan darah terlepas secara cepat setelah fibrilasi berubah menjadi irama yang normal, apakah terjadi secara spontan atau melalui pengobatan. Blokade suatu arteri di otak dapat menyebbakan stroke. Jarang sekali stroke merupakan tanda awal fibrilasi atrium.

Definisi Fibrilasi atrium dan debar atrium

Fibrilasi atrium dan debar atrium adalah pola pelepasan elektrik yang sangat cepat yang membuat atrium berkontraksi sangat cepat sekali, sehingga menyebabkan ventrium berkontraksi lebih cepat dan kurang efeisien daripada yang normal. Irama abnormal ini dapat terjadi secara sporadis atau menetap. Selama fibrilasi atau berdebar, kontraksi atrium begitu cepat sehingga dinding atrium hanya bergetar, sehingga darah tidak dipompa secra efektif ke ventrium.

Gejala Serangan Panik (Panic Attack)

Denyut jantung yang cepat
Nyeri dada
Gangguan perut
Pusing, mual
Sesak napas, rasa tercekik
Rasa perih atau mati rasa di tangan
Flushes atau chills
Sensasi seperti mimpi atau perceptual distortions
Teror: Suatu kesadaran bahwa sesuatu yang tidak terbayangkan menakutkan akan terjadi dan sesorang tidak berdaya untuk mencegahnya
Takut kehilangan kontrol dan melakukan sesuatu yang memalukan
Takut mati

Pengertian Nyeri leher (neck pain)

Nyeri leher (neck pain) adalah gejala yang disebabkan oleh tekanan (stress) pada jaringan-jaringan lunak, tulang-tulang, atau sendi-sendi dari cervical spine (tulang belakang servikal) atau struktur struktur yang berdekatan.
Pada beberapa kasus-kasus, neck pain mungkin jua berakibat dari penyakit-penyakit yang mendasarinya pada leher atau bagian lain dari tubuh.

Pengertian Ventricular tachycardia

Ventricular tachycardia adalah aritmia teratur yang cepat yang berasal dari daerah ventricle

Pengertian Ventricular Arrhythmias

Ventricular arrhythmias adalah aritmia cepat yang berasal dari kamar-kamar jantung bawah (ventricles). Ventricular arrhythmias termasuk ventricular tachycardia dan ventricular fibrillation

Contoh dari atrial tachycardias

Atrial fibrillation adalah atrial tachycardia yang umum. Pada atrial fibrillation beberapa signal listrik yang cepat dan kacau "menyala" dari daerah-daerah yang berbeda di atria, dari pada hanya dari satu daerah pemacu jantung di SA node. Signal-signal ini pada gilirannya menyebabkan kontraksi ventricle yang cepat dan tidak beraturan. Penyebab-penyebab dari atrial fibrillation termasuk serangan jantung, tekanan darah tinggi, gagal jantung, penyakit klep mitral (seperti mitral valve prolapse), tiroid yang aktif berlebihan, gumpalan darah di paru (pulmonary embolism), alkohol yang berlebihan, emphysema, dan radang dari lapisan jantung (pericarditis).

Atrial flutter adalah sebuah versi dari atrial filbrillation yang lebih beraturan (kacaunya lebih sedikit) ketika signal listrik "menyala" di atria. Kondisi-kondisi yang menyebabkan atrial fibrillation dapat juga menyebabkan atrial flutter. Perawatan atrial flutter sama dengan perawatan atrial fibrillation.

Paroxysmal Atrial Tachycardia (PAT) merepresentasikan serangkaian denyut jantung yang teratur dan cepat yang berasal dari atrium. Pasien dengan PAT dipercayai mempunyai kelainan pada stasiun relay AV nodenya yang menyebabkan "pengapian" cepat impuls listrik dari atrium yang melangkahi (bypas) AV node pada kondisi-kondisi terentu. Kondisi-kondisi ini termasuk alkohol yang berlebihan, stres, kopi, tiroid yang aktif berlebihan atau minum hormon tiroid yang berlebihan dan obat-obatan tertentu. PAT adalah sebuah contoh dari aritmia dimana kelainan berada di sistim listrik jantung sedangkan otot dan klep jantung normal.

Penyebab Aritmia

Pada beberapa pasien, aritmia disebabkan oleh penyakit otot jantung, klep jantung atau arteri koroner. Pada pasien yang lainnya aritmia dapat hanya merefleksikan penyakit dari sistim listrik jantung dimana sisa jantung lainnya sehat
Penyebab aritmia lainnya termasuk :
  • obat-obatan
  • alkohol yang berlebihan
  •  kadar hormon tiroid yang berlebihan
  • tingkat oksigen darah yang rendah
  • stres
  • merokok

Gejala Gejala Aritmia

Aritmia adalah pola dan perubahan yang cepat dari denyut jantung normal. Beberapa pasien ada yang sama sekali tidak sadar adanya aritmia. Yang lain ada mengeluh tentang gejala-gejala termasuk palpitasi, perasaan lompatan atau getaran jantung, pusing, sesak napas atau nyeri dada.

Definisi Denyut Jantung Normal

Pada keadaan normal dan istirahat, jantung orang dewasa akan berdenyut secara teratur antara 60-100 detak/menit. Kecepatan dari denyut jantung ditentukan oleh kecepatan dari signal listrik yang berasal dari pemacu jantung, SA node. Signal listrik dari SA node mengalir melalui kedua serambi, menyebabkan kedua serambi berkontraksi mengalirkan darah ke kedua bilik. Kemudian signal listrik ini mengalir melalui AV node mencapai kedua bilik. Ini menyebabkan kedua bilik berkontraksi memompa darah keseluruh tubuh dan menghasilkan denyutan (pulse).

Definisi Palpitasi

Palpitasi-palpitasi adalah perasaan (sensasi) yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh denyut jantung yang tidak teratur. Beberapa orang dengan palpitasi-palpitasi (jantung berdebar), tidak menderita penyakit jantung atau kelainan irama jantung (abnormal) dan penyebab jantung berdebarnya tidak diketahui. Pada penderita lainnya jantung berdebarnya disebabkan oleh kelainan irama jantung (aritmia).

Paradigma Transcultural Nursing

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagaicara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).

1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun
dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti
daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien
agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.

c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.

Konsep dalam Transcultural Nursing

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik diantara keduanya.

8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

struktur aksesori dari kulit

aksesori struktur dari kulit-rambut, kelenjar kulit, dan kuku. perkembangan dari epidermis embrionik. memiliki sebuah fungsi yang penting. contohnya rambut dan kuku melindungi tubuh dan kelenjar keringat membantu meregulasi suhu tubuh.

struktur dasar dari warna kulit

struktur dasar dari warna kulit melanin hemoglobin dan karotin merupakan 3 pigmen memberi sebuah jenis dari warna kulit melnin-warna kulit pucat, kuning, merah hingga warna cokelat sampai hitam. melanin terbagi 2 pheomelanin dan eumelanin.
hemoglobin-membawa oksigen oleh sel darah merah.

jenis sel dari epidermis

diantara keratonicytes, epidermis mengandung melanocytes, yang memproduksi pigmen melanin, sel langerhans, yang mengikutsertakan respon imun dan markel sel, yang berfungsi pada perasa mulut.
jenisnya:
stratum granulosum(lapisan tengah epidermis)
stratum lusidum (hanyaberada pada ujung jari, telapaktangan dan tapak kaki)
stratum corneum (sekitar 25-30 lapisan dari keratonicytes yang telah mati) sel ini merupakan lanjutan pergantian kulit dan menggantikan sel drai tingkatan yang dalam.

Fungsi epidermis dan dermis

mengatur temperatur tubuh
pembentuk darah
perlindungan tubuh dari benda asing
jembatan sensasi / perasa sakit
pengeluaran dan penyerap bahan
sintesis vitamin D

lapisan dasar dari epidermis

lapisan dasar dari epidermis adalah stratum basal, komposisi sebuah garis dari cuboidal / columnar keratinocytes. beberapa sel dilapisan ini merupakan akar sel yang melalui divisi sel melanjutkan keratonicytes baru.
inti keratonicytes didalam lapisan dasar adalah besar dan sitoplasma mengandung banyak ribosom, sebuah badan golgi yang kecil, sedikit mitokondria dan beberapa retikulum endoplasma.
stratum basal juga mengenai tentang stratum germinativum yang menunjukan perannya dalam membentuk sel baru.Paling dangkal dari stratum basal adalah stratum spinosum, dimana 8-10 lapisan.

teknik dalam pemeriksaan fisik

1. Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.

2. Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :
  • Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
  • Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
  • Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
  • Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
  • Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara.
Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
  • Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
  • Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia.
  • Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar.
  • Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.
4. Auskultasi
  • Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
  • Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
  • Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
  • Ronchi nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
  • Wheezing bunyi yang terdengar “ngik”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
  • Pleura Friction Rub bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Pengertian Transcultural Nursing Research

Transcultural Nursing Research adalah teori berdasarkan disiplin humanistik, yang dirancang untuk melayani individu, organisasi, masyarakat, dan masyarakat. Manusia perawatan/kepedulian didefinisikan dalam konteks budaya. Budaya peduli kompeten hanya dapat terjadi ketika nilai-nilai budaya perawatan dikenal dan melayani sebagai dasar untuk perawatan yang berarti.

Misi Transcultural Nursing Research adalah untuk meningkatkan kualitas budaya kongruen, kompeten, dan adil peduli bahwa hasil dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan orang di seluruh dunia. Visi Transkultural Nursing Research berusaha untuk memberikan perawat dan perawatan kesehatan profesional lainnya dengan basis pengetahuan yang diperlukan untuk memastikan kompetensi dalam praktek budaya, pendidikan, penelitian, dan administrasi.

Tujuan Transcultural Nursing Research :
  • Untuk memajukan kompetensi budaya untuk perawat di seluruh dunia
  • Untuk memajukan beasiswa (pengetahuan substantif) dari disiplin
  • Untuk mengembangkan strategi untuk advokasi perubahan sosial budaya yang kompeten untuk perawatan
  • Untuk mempromosikan non-profit korporasi keuangan suara

Aspek aspek dalam berfikir kritis

Berfikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan. Namun, beberapa aktifitas kognitif atau mental dapat diidentifikasi sebagai komponen-komponen utama dalam berfikir kritis.
  • Mengajukan sebuah pertanyaan untuk menentukan alasan dan penyebab
  • Mengumpulkan data
  • Memvalidasi informasi yang tersedia
  • Menganalisa informasi
  • Menggunakan pengalaman dan pengetahuan klinis yang lalu
  • Mempertahankan suatu sikap fleksibel
  • Mempertimbangkan pilihan yang tersedia dan menilai tiap pilihan menurut keuntungan dan kerugian
  • Merumuskan suatu keputusan.
  • Perawat harus menggunakan keterampilan berfikir kritis dalam semua keadaan:
  • Perawatan klinis, faktor-faktor yang dibawa oleh pasien dalam situasi perawatan kesehatan dipertimbangkan, dipelajari, dianalisa, dan diinterpretasikan.
  • Ambulatori
  • Perawatan extended dalam panti dan komunitas
Tahap-tahap proses keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu sistem yang cermat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan dan keperawatan seseorang. Komponen yang sering dikutip mencangkup
  • Pengkajian
  • Perencanaan
  • Implementasi
  • Evaluasi
Menurut the 1991 American Nurses Assosiation Standart of Clinical Nursing Practice mencangkup komponen tambahan yaitu :
  • Pengkajian
  • Diagnosa
  • Identifikasi hasil akhir
  • Perencanaan
  • Implementasi
  • Evaluasi

kriteria seorang pemikir kritis

Edward Glaser, 1941. Menulis bahwa kemampuan untuk berpikir kritis meliputi tiga hal yaitu
1. Sikap “membuang” (keadaan pikiran tentang sesuatu) untuk dipertimbangkan dalam cara berpikir dalam masalah dan mata pelajaran yang datang dalam rentang pengalaman seseorang.
2. Pengetahuan tentang metode penyelidikan secara logis dan mempunyai penalaran.
3. Memiliki beberapa keterampilan dalam menerapkan metode tersebut.

Berpikir kritis juga suatu cara mengambil masalah kehidupan yang tak terlepas dari ruang lingkup pikiran, seorang pemikir kritis harus memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Menimbulkan pertanyaan penting dan masalah, merumuskan dengan jelas dan tepat.
2. Mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan, menggunakan ide-ide abstrak untuk menafsirkan secara efektif.
3. Datangkan sebuah kesimpulan dengan alasan dan solusi, menguji mereka terhadap kriteria dan standar yang relevan.
4. Berpikir terbuka pikiran terarah dalam pemikiran, pengakuan dan penilaian, sebagai yang mereka asumsikan, implikasi, dan konsekuensi praktis, dan
5. Berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dalam memikirkan solusi untuk masalah yang kompleks tanpa terlalu dipengaruhi oleh pemikiran orang lain mengenai berbagai masalah.

Pengertian Cultural impotition

Cultural impotition dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

Pengertian Cultural care

Cultural care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

Teknik Cara Pemberian Obat Intravena Melalui Selang

Pemberian Obat Intravena Melalui Selang
Alat dan Bahan:
  1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran.
  2. Obat dalam tcmpatnya.
  3. Selang intravena.
  4. Kapas alkohol.
Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
  4. Cari tempat penyuntikan obat pada dacrah selang intra vena.
  5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
  6. Lakukan penyuntikan dengan memas.ukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam sdang intra vena.
  7. Setelah selesai tarik spuit.
  8. Periksa kecepatan infus dan obsc:rvasi reaksi obat.
  9. Cuci tangan.
  10. Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya.

Teknik Cara Pemberian Obat Intravena Tidak Langsung

Pemberian Obat Intravena Tidak Langsung (via Wadah)
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan eff:k samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.

Alat dan Bahan:
  1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran.
  2. Obat dalam tempatnya.
  3. Wadah cairan (kantong/botol).
  4. Kapas alkohol.
Prosedur Kerja:
  • Cuci tangan.
  • Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  • Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
  • Cari tempat pc:nyuntikan obat pada daerah kantong.
  • Lakukan dcsinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
  • Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuiti hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong/wadah c:airan.
  • Setelah selesai tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantong cairan dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
  • Periksa kecepatan infus.
  • Cuci tangan.
  • Catat reaksi pembe°rian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.

Teknik Cara Pemberian Obat Intravena Langsung

Pemberian Obat Intravena Langsung
Cara memberikan obat melalui vena secara langsung, di antaranya vena mediana cubiti/cephalika (lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), vena langsung
frontalis/temporalis (kepala), yang bertujuan agar reaksi cepat dan masuk pada pembuluh darah.
Alat dan Bahan:
  1. Daftar buku obat/catatan, jadual pemberian obat.
  2. Obat dalam tempatnya.
  3. Spuit sesuai dengan jenis ukuran.
  4. Kapas alkohol dalam tempatnya.
  5. Cairan pelarut.
  6. Bak injeksi.
  7. Bengkok.
  8. Perlak dan alasnya.
  9. Karet pembendung (torniquet).
Prosedur Kerja:
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Bebaskan daerah yang disuntik dengan cara membebaskan daerah yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian dan apabila tertutup buka atau ke ataskan.
  4. Ambil obat dalam tempatnya dengan spuit sesuai dengan dosis yang akan diberikan. Apabila obat berada dalam bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan pelarut (aquades steril).
  5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan penyuntikan.
  6. Kemudian tempatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi.
  7. Desinfeksi dengan kapas alkohol.
  8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung (torniquet) pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan/minta bantuan atau membendung di atas vena yang akan dilakukan penyuntikan.
  9. Ambil spuit yang berisi obat.
  10. Lakukan penusukkan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah.
  11. Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis.
  12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukkan dengan kapas alkohol, dan spuit yang telah digunakan letakkan ke dalam bengkok.
  13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
  14. Cuci tangan.

Teknik Cara Pemberian Obat via Jaringan Intrakutan

Pemberian Obat via Jaringan Intrakutan
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dengan tujuan untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.
Alat dan Bahan:
  1. Daftar buku obat/catatan, jadual pemberian obat.
  2. Obat dalam tempatnya.
  3. Spuit 1 cc:/spuit insulin.
  4. Kapas alkohol dalam tempatnya.
  5. Cairan pclarut.
  6. Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit).
  7. Bengkok.
  8. Perlak dan alasnya.
Prosedur Kerja:
  • Cuci tangan.
  • Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  • Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang buka dan ke ataskan.
  • Pasang perlak/ pengalas di bawah bagian yang disuntik.
  • Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquadcs (cairan pelarut) kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc, dan siapkan pada bak injeksi atau steril.
  • Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.
  • Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik.
  • Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 15-20 derajat dc:ngan permukaan kulit.
  • Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.
  • Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
  • Catat reaksi pc;mberian.
  • Cuci tangan dan c:atat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat.

Teknik Cara Pemberian Obat per Oral

Pemberian Obat per Oral
Merupakan cara pemberian obat melalui mulut dengan tujuan mencegah, mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.

Alat dan Bahan:
1. Daftar buku obat/ catatan, jadual pemberian obat.
2. Obat dan tempatnya.
3. Air minum dalam tempatnya.

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu dan tepat tempat.
4. Bantu untuk meminumkannya dengan cara:
  • Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
  • Kaji kesulitan menelan, bila ada jadikan tablet dalam bentuk bubuk dan campur dengan minuman.
  • Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang membutuhkan pengkajian.
5. Catat perubahan, reaksi terhadap pemberian, dan evaluasi respon terhadap obat dengan mencatat hasil pemberian obat.
6. Cuci tangan.

Tujuan terapi aktifitas kelompok

Tujuan terapi aktifitas kelompok
1.      Tujuan umum

klien dapat mengenal halusinasinya
2.      Tujuan khusus
  • Klien mengenal isi halusinasinya
  • Klien mengenal waktu terjadinya halusinasinya
  • Klien mengenal frekuensi halusinasinya
  • Klien mengenal perasaan bila mengalami halusinasinya
  • Klien mampu membicarakan topik perencanaan
  • Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
  • Klien mampu menyampaikan pendapat kelompok tentang manfaat kegiatan

Efek yang tidak disebabkan oleh penghambatan reseptor histamin

Efek yang tidak disebabkan oleh penghambatan reseptor histamin :

Efek sedasi
Efek umum dari antagonis H-1 generasi pertama adalah efek sedasi. Tetapi intensitas efek tersebut bervariasi. Efeknya cukup besar pada beberapa agen membuatnya sebagai bantuan tidur dan tidak cocok digunakan di siang hari. Efek tersebut menyerupai beberapa obat antimuskarinik.

Efek antimual dan antimuntah
Beberapa antagonis H-1 generasi pertama mempunyai aktivitas mampu mencegah terjadinya motion sickness. Contoh obatnya : Doxylamine.

Kerja antikolinoreseptor
Banyak agen dari generasi pertama mempunyai efek seperti atropin yang bermakna pada muskarinik perifer.

Kerja penghambatan adrenoreseptor
Efek penghambatan reseptor alfa dapat dibuktikan pada beberapa antagonis H-1, namun penghambatan terhadap reseptor beta tidak terjadi. Penghambatan terhadap reseptor alfa tersebut dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya adalah Promethazine.

Kerja penghambatan serotonin
Efek penghambatan terhadap reseptor serotonin dapat dibuktikan pada agen antagonis H-1 generasi pertama. Contoh obat : Cyproheptadine.

Efek parkinsonisme
Hal ini karena kemampuan agen antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek antikolinergik.
Contoh obat antagonis H-1 generasi pertama dan mekanismenya adalah :

Doxylamine
Doxylamine berkompetisi dengan histamin untuk menempati reseptor histamin 1, mengeblok kemoreseptor, mengurangi stimulasi vestibular dan menekan fungsi labyrinthine melalui aktivitas kolinergik pusatnya.

Clemastine
Clemastine berkompetisi dengan histamin untuk menempati reseptor histamin 1 pada efektor di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernapasan.

Kelompok hambatan pada reseptor khas antihistamin

Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
  • Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat reaksi alergi
  • Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita pada tukak lambung
  • Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental

Pengertian Antihistamin

Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.

Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.

Penyebab Pelepasan Histamin

Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin.
Pelepasan histamine terjadi akibat :

Rusaknya sel
Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka

Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan  melepaskan histamine dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.

Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih rendah daripada keadaan normal.

Sebab lain
Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama sel mast yang akan melepaskan histamin.
Histamin berinteraksi dengan reseptor yang spesifik pada berbagai jaringan target. Reseptor histamine dibagi menjadi histamine 1 (H-1) dan histamine 2 (H-2). Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor H-1 : H-2. stimulasi reseptor H-1 menimbulkan :
  • Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar
  • Kontraksi oto bronkus, otot usus dan otot uterus
  • Kontraksi sel-sel otot polos
  • Kenaikan aliran limfe
Stimulasi reseptor H-2 menimbulkan :
  • Dilatasi pembuluh paru-paru
  • Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung
  • Kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam mukosa lambung

Pengertian Histamin

Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses fisiologis yang penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina.

Tingkatan Pencegahan Penyakit

a.Pencegahan Primer
  • Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi, dan diberikan kepada klien yang sehat secara fisik dan mental.
  • Tidak bersifat tera­peutik, tidak menggunakan tindakan yang terapeutik, dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit
  • Terdiri dari :
  1. Peningkatan Kesehatan: pendidikan kesehatan, standarisasi nutrisi, perhatian terhadap perkembangan kepribadian, penyediaan perumahan sehat, skrining genetik dll
  2. Perlindungan Khusus: imunisasi, kebersihan pribadi (PHBS), sanitasi lingkungan, perlindungan tempat kerja, perlindungan kecelakaan, perlindungan karsinoge dan alergen.
b. Pencegahan Sekunder
  • Merupakan tindakan pencegahan yang berfokus pada individu yang meng­alami masalah kesehatan atau penyakit, dan individu yang berisiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.
  • Pencegahan sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga akan mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan klien kembali pada kondisi kesehatan yang normal sedini mungkin.
  • Pencegahan komplikasi sebagian besar dilakukan di RS atau tempat pelayanan kesehatan lain yang memiliki fasilitas memadai.
  • Pencegahan skunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara menghindarkan atau menunda akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit. 
c. Pencegahan Tersier
  • Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang permanen dan atau tidak dapat disembuhkan.
  • Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan
  • Kegiatannya lebih ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit.
  • Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu klien mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat penyakit atau kecacatan.
  • Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena didalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misal: dalam merawat orang yang Buta, disamping memaksimalkan kemampuan klien dalam aktivitas sehari-hari, juga mencegah terjadinya kecelakaan pada klien.

Dampak Sakit Terhadap Dinamika Keluarga

Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda sampai mereka sembuh.
Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah. 

Dampak Sakit Terhadap Konsep Diri

Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.

Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.

Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri  karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan  keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.

Misal: Klien tidak lagi terlibat  dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya à klien akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.

Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.

Dampak Sakit Terhadap Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
  • Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
  • Kapasitas adaptasi
  • Kecepatan perubahan
  • Dukungan yang tersedia.

Dampak Sakit Terhadap Peran Keluarga

Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.

Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.

Perubahan jangka pendek a klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka penjang à klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan ’Tahap Berduka Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.

Dampak Sakit Terhadap Perilaku dan Emosi Klien

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.

Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.

Tahap tahap Perilaku Sakit

Tahap I (Mengalami Gejala)
  • Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”
  • Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
  • Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional.
  • Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.
Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
  • Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat
  • Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.
  • Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung  beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
  • Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan à akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.
Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
  • Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab  penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang
  • Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. à klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.
  • Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.
  • Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan
  • Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain  untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter  sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.
Tahap IV (Peran Klien Dependen)
  • Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.
  • Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.
  • Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya à semakin parah sakitnya, semakin bebas.
  • Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.
 Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
  • Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.
  • Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama.  Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat  dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit

Faktor Internal
Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.

Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.

Asal atau Jenis penyakit
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada,  maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.

Faktor Eksternal
a.Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.

b.Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan  untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.

c.Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar  belakang budaya yang dimiliki klien.

d.Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.

e.Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar  dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.

f.Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN KESEHATAN

1. Faktor Internal
a.Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..

b.Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan  untuk menjaga kesehatan sendirinya.

c.Persepsi tentang fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara melak­sanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.
Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak na­pas, atau nyeri), juga data objektif   yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan perawat me­rencanakan dan mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.

d.Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya.
Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawa­tirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidu­pannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu mela­kukan koping secara emosional terhadap ancaman penya­kit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Con­toh: seseorang dengan napas yang terengah-engah dan se­ring batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga mereka akan menga­kui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.

e.Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan keya­kinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

2. Faktor Eksternal
a.Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya:
  • Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi penyakit berat  dan mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.
  • Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan  rutin, maka ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.
b.Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.
Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.

c.Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.

Model Sehat Sakit

1.Model Rentang Sehat-Sakit (Neuman)
Menurut Neuman (1990): ”sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu tertentu , yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal , dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian  yang menandakan habisnya energi total”
Jadi  menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.

Sedangkan Sakit  merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.
Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala Rentang Sehat-Sakit.

Dengan model ini perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan rentang sehat-sakitnya. Sehingga faktor resiko klien yang merupakan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan  dalam mengidentifikasi tingkat kesehatan klien. Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel genetik dan psikologis.

Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu (Kesejahteraan Tingkat Tinggi – Kematian). Misalnya: apakah  seseorang yang mengalami fraktur kaki  tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan keterbatasan mobilitas, dianggap kurang sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang yang mempunyai fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah kematian pasangannya.
Model ini  efektif  jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

2.Model Kesejahteraan Tingkat Tinggi (Dunn)
Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku.
Pada pendekatn model ini perawat melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan
Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.

3.Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)
Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan

Agen Berbagai faktor internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau psikososial.
a jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan (nutrisi, dll).
Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu.
Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit.
Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.
Lingkungan: seluruh faktor yang ada diluar pejamu.
  • Lingkungan fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal,  penerangan, kebisingan
  • Lingkungan sosial: Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial, misalnys: stress, konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup.
Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak  kesehatan berasal dari interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.
Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang  berbagai penyebab penyakit.

4.Model Keyakinan-Kesehatan
Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.
Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka  dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.
Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:

a.Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.
Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.

b.Persepsi Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.
Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)

c.Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.
Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.
Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, keyakinan, dan perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien, memelihara dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadiny penyakit.

5.Model Peningkatan-Kesehatan (Pender)
Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996) yang dibuat untuk menjadi sebuah model yang menyeimbangkan dengan model perlindungan kesehatan.
Fokus dari model ini adalah menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan faktor pengubah).

Berdasarkan gambar diatas Model ini dapat:
  • Mengidentifikasi berbagai faktor (demografik, sosial) yang dapat meningkatkan atau menurunkan partisifasi untuk meningkatkan kesehatan.
  • Mengatur berbagai tanda kedalam sebuah pola untuk menjelaskan kemungkinan  munculnya partsisipasi klien dalam perilaku peningkatan kesehatan.

Faktor Penyembuhan Fraktur

FAKTOR PENYEMBUHAN FRAKTUR
  • Usia penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang.
  • Lokasi dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada fraktur diafisis. Disamping itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
  • Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser.
  • Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian, pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi non-union.
  • Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu penyembuhan fraktur.
  • Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.
  • Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya interposisi jaringan, baik berupa periosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
  • Faktor adanya infeksi dan keganasan local.
  • Cairan synovial. Cairan synovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
  • Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Secara kasar, waktu penyembuhan pada anak ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormone-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, dan steroid anabolic, seperti kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan).

Klasifikasi Fraktur

1.Fraktur Tertutup (Simple Fracture).
Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

2.Fraktur Terbuka (Compound Fracture).
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).

3.Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture).
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang.

Trauma musculoskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur

Trauma musculoskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah ;
  • Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang . Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
  • Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Perawatan untuk klien fraktur hip

Perawatan untuk klien fraktur hip tidak berbeda dengan perawatan pada klien dengan fraktur lainnya. Intervensi prarumahsakit termasuk membelat lengan yang fraktur, pengkajian sirkulasi dan sensasi, dan mengamati luka yang lainnya.

Karena banyak kehilangan darah masuk ke dalam hip dan pada klien dijumpai manifestasi hipotensi dan intravena mudah ditegakkan.Bagi klien yang dirawat di ruangan gawat darurat, perawat dan dokter mengevaluasi kembali sirkulasi dan sensasi dan mengamati komplikasi. Pengkajian juga meliputi penentuan penyebab fraktur infark miokard, serangan iskemik. Kerusakan cerebrovaskular, serangan tiba-tiba, atau saat hipoglikemi adalah beberapa yang mungkinm menyebabkan jatuh.

Hal ini sangat penting bagi klien yang mengalami luka seperti gegar otak, atau trauma kepala. Klein ditanya baik pria dan wanita untuk mengingat kejatuhannya dan bagian tubuh mana yang terbentur. Tahap kedua mengkaji rasa nyeri pada klien pada beberapa area tubuhnya.

Pengkajian secara umum yang dijumpai berhubungan dengan fraktur hip adalah penyusutan yang dipengaruhi oleh ektremitas yang lebih rendah dan rotasi eksternal. Dislokasi fraktur bagian posterior jarang jika terjadi, ekstremitas mungkin dilakukan rotasi internal.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah lengkap. Dilakukan untuk persiapan pre operasi. Dapat menunjukkan tingkat kehilangan darah hingga cedera (pemeriksaaan Hb dan Hct) Nilai leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap cedera
2. Golongan darah dan cross match. Dilakukan sebagai persiapan transfudi darah jika kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
3. Pemeriksaan kimia darah.Sebagai persiapan pre operatif untuk mengkaji ketidak seimbangan akibat cedera yang dapat menimbulkan masalah pada saat intra operasi (misalnya, ketidak seimbangan potassium dapat meningkatkan iritasi cardiac selama anestesi) BUN creatinin untuk evaluasi fungsi ginjal.
4. Masa pembekuan dan perdarahan (clotting time, bleeding time) sebagai persiapan pre operasi, biasanya normal jika tak ada gangguan perdarahan. Pada pasien lanjut usia dapat diberikan terapi antikoagulan segera setelah post operasi untuk memperkecil terjadinya tromboemboli.
5. Pemeriksaan urine.Sebagai evaluasi awal fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan X-ray dada.Sebagai evaluasi tingkat cedera, persiapan pre operasi, atau mengetahui kondisi selama perawatan pembedahan, dll.(misalnya, kardiomegali atau gagal jantung kongestif).
7. EKG sebagai persiapan operasi maupun untuk mengevaluasi apakah terdapat juga cedera pada jantung (misalnya kontusio cardiac) disamping trauma/cedera pada hip.

Kasus
Stella Carbolito adalah seorang wanita berusia 64 tahun berkebangsaan Italia-Amerika memiliki riwayat osteoporosis. Dia seorang janda dan tinggal sendiri di rumah peninggalan suaminya. Dia mempunyai seorang putra yang berusia 40 tahun dan putri berusia 30 tahun yang tinggal di kota yang sama dengan Nyonya Carbolito. Dia mempunyai 6 orang cucu, dia seringkali mengunjungi anak-anaknya. Ny. Carbolito bergantung pada pendapatan dari dana pensiun.
Saat berjalan menuju sebuah pasar, Ny. Carbolito jatuh dan mengalami fraktur pada tungkai kirinya. Dia dibawa oleh tim medis ke pusat trauma terdekat. Ketika sampai di unit gawat darurat, dia ditangani oleh seorang perawat, bernama Maria Davis dan tim dokter.

Pengkajian
Tim medis melaporkan bahwa mereka menemukan Ny. Carbolitojatuh di pinggir jalan. Dia mengatakan bahwa dia sudah jatuh 5 menit yang lalu sebelum mereka sampai. Nona Davis segera memberitahukan bahwa kaki kiri lebih pendek dibandingkan kaki kanannya dan rotasi eksternal. Denyut nadi teraba dan sama besar; kedua kakinya terasa hangat. Nyonya Carbolito merasakan nyeri hebat seperti terpotong, tidak merasa kesemutan dan panas/terbakar. Dia dapat menggerakkan jari kaki sebelah kirinya dan dapat menggerakkan kaki kanannya dengan baik. Pemeriksaan tanda vital yang dijumpai yaitu: T, 98.0 F (36,6 C); P, 100; R, 18; BP, 120/58. Diagnosa meliputi tes CBC, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan X-ray pada panggul kiri dan tulang pelvis. Hasil CBC menunjukkan kadar hemoglobin 11,0g/dL dan jumlah sel darah putih normal. Hasil pemeriksaan darah masih dalam batas normal. Hasil pemeriksaan X-ray menunjukkan patah tulang di pangkal paha kiri. Ny. Carbolito dirujuk ke RS untuk pemasangan traksi kaki seberat 10 pon (20 kg). Dan direncanakan menggunakan ORIF untuk hari selanjutnya.

Diagnosis Keperawatan
  • Nyeri berhubungan dengan fraktur collum femoralis kiri, kejang otot, dan traksi.
  • Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan istirahat total di tempat tidur dan fraktur leher femoralis kiri.
  • Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan ketidakstabilan tulang dan pembengkakan sekunder ke fraktur leher femoralis kiri.
  • Risiko perubahan persepsi sensorik: sentuhan yang berkaitan dengan risiko kerusakan saraf.
Kriteria Hasil
a. Mengungkapkan peningkatan kenyamanan dan penurunan nyeri
b. Mempertahankan traksi pada kaki kirinya
c. Mengungkapkan tujuan traksi
d. Mendemonstrasikan latihan
e. Mengatakan kepentingan laporan peningkatan nyeri, pucat, parasthesia, atau paralysis kepada perawat

Perencanaan dan Implementasi
1. Menetapkan skala nyeri dari 0 sampai 10 sebelum dan sesudah dilakukan implementasi untuk mengukur penurunan nyeri
2. Tangani cedera kaki dengan hati-hati
3. Memberikan obat narkotik sesuai perintah dokter
4. Pantau nyeri, denyut nadi,parasthesia, paralysis dan demam tiap 2 sampai 4 jam, dokumentasikan temuan yang ada.
5. Terapkan traksi lurus kaki (straight traction) sesuai perintah dokter.
6. Anjurkan klien tarik nafas dalam dan tekhnik relaksasi
7. Memanfaatkan tekhnik distraksi
8. Terapkan kompresi pneomatic berdasarkan perintah dokter.
9. Memberikan heparin secara subkutan berdasarkan instruksi dokter.
10. Beritahu kepada nyonya Carbolito berbagai rencana pembedahan
11. Beritahu kepada nyonya Carbolito tujuan dari traksi.

Evaluasi
Tiga hari setelah pembedahan, Ny Carbolito, bisa turun dari tempat tidur dan duduk di kursi. Ia mengatakan ada penurunan nyeri dan bisa mendemontrasikan isometrik dan melakukan gerakan fleksi dan ekstensi. Dia mampu menyebutkan tujuan traksi dan pembedahan. Dia mengatakan membutuhkan heparin untuk mencegah trombosis vena.
Ny Carbolito besok direncanakan pulang ke rumah dan yang akan merawat adalah keluarganya. Perawat komunitas akan mengadakan kunjungan, dan telah menganjurkan agar di rumah Ny Carbolito ada tempat tidur, satu set toilet duduk, alas duduk pada kursinya serta tongkat untuk alat bantu jalan.